Search

Thomas Aquinas Dan Sumbangan Pemikirannya


FILSAFAT RELIGIUS, FILSAFAT POLITIK DAN  FILSAFAT EKONOMI
OLEH THOMAS AQUINAS
(1224-1274 M)


A.     Pendahuluan
Diantara filsafat modern yang dikenal dan sangat mempengaruhi paradigma berpikir Barat adalah Positivisme Logis. Positivisme Logis tidak mengakui metafisika. Mereka hanya mengakui persepsi panca indera sebagai satu-satunya yang “ada”. Kalangan ilmuan Barat mengakui bahwa dengan adanya filsafat Positivisme Logis, Barat sukses mencapai hasil yang gemilang dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Jauh sebelum munculnya Positivisme Logis, salah seorang filosof Barat yang dikenal religius adalah Thomas Aquinas (1224-1274 M). Dia menentang pemikiran Barat yang menyangkal metafisika. Konsep metafisika Thomas tentang Essentia dan Existentia memiliki kesamaan dengan konsep metafisika al-Haqq al-Awwal/ al-Haqq al-Wahid filosof Muslim Al-Kindi (801-860 M). Meskipun dia tidak secara eksplisit mengungkapkan pengaruh filosof muslim terhadap pemikirannya, namun dengan banyaknya kesamaan pemikirannya dengan pemikiran filosof muslim, terutama al-Kindi dan al-Farabi, ada kemungkinan Thomas Aquinas terpengaruh dengan pemikiran filosof muslim, mengingat dia dilahirkan di Italia dan belajar di Universitas Paris. Dari sejarah kita ketahui bahwa Ilmuan dan Pendeta di sekitar Eropa, termasuk Paris belajar di Universitas Cordoba yang didirikan oleh Al-Hakam II (350-366 H/961-976 M), khalifah yang berkuasa di Spanyol, menggantikan posisi ayahnya, Abdurrahman III (300-350 H/912-961 M) yang menyempurnakan fungsi Masjid Agung Cordova. Universitas Cordoba mampu menyaingi Universitas Al-Azhar di Mesir dan Madrasah Nidzamiyah di Baghdad pada masa itu. Melalui ketiga universitas tersebut muncul ilmuan dan filosof yang merobah wajah dunia dikemudian hari.
Thomas Aquinas (1224-1274 M) adalah salah seorang filosof Barat yang berpegang teguh pada keimanannya, disaat banyak serangan para ilmuwan Barat yang tidak mengakui “ada” yang tak terlihat oleh panca indera (metafisika). Dia justru membela dan memberikan argumentasi tentang “Ada” tersebut. Dia juga membedakan antara Causa Prima (Tuhan selaku penyebab pertama) dan causa secunda (manusia yang mempunyai otonomi terbatas. Misalnya untuk mengerti 2 x 2 = 4. Manusia tidak memerlukan penerangan istimewa dari Tuhan). Disinilah letak perbedaan pengetahuan alamiah dengan pengetahuan iman. Kedua pengetahuan tersebut tidak perlu dipertentangkan karena kedua pengetahuan itu saling isi mengisi.

B.      Biografi Singkat Thomas Aquinas
Thomas Aquinas atau Thomas dari Aquino (1224-1274 M) lahir di Rocca Sicca, dekat Napels, Italia. Lahir dari suatu keluarga bangsawan. Semula ia belajar di Napels, kemudian di Paris, menjadi murid Albertus Agung, lalu di Koln, dan kemudian di Paris lagi. Sejak tahun 1252 ia mengajar di Paris dan Italia. Aquinas seorang ahli teologi Katolik dan filosof. Ia menerima gelar Doktor dalam teologi dari Universitas Paris dan mengajar di sana sampai tahun 1259. Kemudian selama 10 tahun ia mengajar di biara-biara Dominican di sekitar Roma kemudian kembali ke Paris, mengajar dan menulis. Ia mempelajari karya-karya besar Aristoteles secara mendalam dan ikut serta dalam pelbagai perdebatan.
Ketika Thomas meninggal dunia pada usia 49 tahun (tanggal 7 Maret 1274), ia meninggalkan banyak karya tulisan. Suatu edisi modern yang mengumpulkan semua karyanya terdiri dari 34 jilid. Sebagaimana kebanyakan profesor muda pada waktu itu, Thomas memulai karier teologisnya dengan suatu komentar atas buku “Sententiae”, karangan Petrus Lombardus. Suatu karya lainnya ialah Summa contra Gentiles (Ikhtiar melawan orang-orang kafir); suatu uraian sistematis tentang teologi. Karyanya yang utama adalah Summa Thelogiae (Ikhtisar Teologi), yang terdiri dari tiga bagian.
Para ahli sejarah filsafat sepakat mengatakan bahwa filsafat Abad Pertengahan memuncak pada Thomas. Thomas mendasarkan filsafatnya pada prinsip-prinsip Aristotelisme. Untuk memahami tulisan Aristoteles dalam bahasa Yunani, Thomas merasa sangat terbantu dengan tulisan-tulisan dari Ibn Rusyd dan Ibn Sina. Sehingga dia mampu menerjemahkan kedalam Bahasa Latin. Tulisan-tulisan Aquinas semuanya dalam bahasa Latin, mencakup beberapa karangan besar tentang teologi, perdebatan teologi dan problema - problema filsafat, komentar tentang beberapa bagian dari Bibel dan tentang dua belas karangan Aristoteles. Karyanya yang terbesar adalah Summa Contra Gentiles, dan Summa Theologica. Aquinas dianggap sebagai orang suci Italia Dominican, seorang guru gereja yang merintis masuknya filsafat Yunani ke dalam pemikiran Barat dan menghubungkan dogma dan filsafat.

C.      Beberapa Pemikiran Filsafat Thomas Aquinas
1.      Thomisme
Thomisme adalah pemikiran filsafat yang dikemukakan oleh Aquinas. Sebagaimana umumnya ajaran Skolastik, Thomas Aquinas berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendamaikan pemikiran filsafat yang sekuler dari Yunani dengan agama Nasrani yang dianutnya. Oleh Thomas dibedakan dua tingkat pengetahuan manusia. Pengetahuan tentang alam yang dikenal melalui akal dan pengetahuan tentang rahasia Tuhan yang diterima oleh manusia lewat wahyu atau kitab suci. Pengertian-pengertian metafisis sebagian besar dipinjam dari Aristoteles. Misalnya pengertian materi dan bentuk, potensi dan aktus, bakat dan perealisasian. Pengertian-pengertian metafisis sebagian besar dipinjamnya dari Aristoteles, seperti: pengertian materi dan bentuk, potensi dan aktus, bakat dan perealisasian. Materi adalah asal muasal munculnya sesuatu. Atau dapat juga disebut subyek pertama sebagai asal munculnya sesuatu.
Pembedaan antara materi dan bentuk ini hanya terjadi pada benda-benda dalam kenyataan, tidak pada pengertian tentang Allah. Thomas memakai pengertian essentia (hakekat) dan existentia (eksistensi) bagi Allah.

2.      Essentia dan Existentia
Ajaran Thomas Aquinas yang terkenal diantaranya tentang essentia dan existentia, yang dikaitkannya dengan Tuhan. Tuhan adalah aktus yang paling umum, actus purus (aktus murni), artinya Tuhan sempurna keberadaannya, tidak berkembang, karena pada Tuhan tiada potensi. Di dalam Tuhan segala sesuatu telah sampai pada perealisasiannya yang sempurna. Tuhan adalah aktualitas semata-mata, oleh karena itu pada Tuhan hakikat (essentia) dan keberadaan (existentia) ada sama dan satu (identik). Hal ini tidak berlaku bagi makhluk. Keberadaan makhluk adalah sesuatu yang ditambahkan pada hakikatnya. Filsafat Thomas erat kaitannya dengan teologia. Sekalipun demikian pada dasarnya filsafatnya dapat dipandang sebagai suatu filsafat kodrati yang murni, sebab ia tahu benar akan tuntuan penelitian kebenaran, dan secara jujur mengakui bahwa pengetahuan insani dapat diandalkan juga.
Dia membela hak-hak akal dan mempertahankan kebebasan akal dalam bidangnya sendiri. Wahyu menurutnya berwibawa juga dalam bidangnya sendiri. Disamping memberi kebenaran alamiah, wahyu juga memberi kebenaran yang adikodrati, memberi misteri atau hal-hal yang bersifat rahasia, seperti: kebenaran tentang trinitas, inkarnasi, sakramen dll. Untuk ini diperlukan iman. Iman adalah suatu cara tertentu guna mencapai pengetahuan, yaitu pengetahuan yang mengatasi akal, pengetahuan yang tidak dapat ditembus akal. Iman adalah suatu penerimaan atas dasar wibawa Allah. Sekalipun misteri mengatasi akal, namun tidak bertentangan dengan akal, tidak anti akal. Sekalipun akal tidak dapat menemukan misteri, akan tetapi akal dapat meratakan jalan menuju kepada misteri (prae ambula fidei). Dengan demikian, Thomas Aquinas menyimpulkan bahwa ada dua macam pengetahuan yang tidak saling bertentangan, tetapi berdiri sendiri-sendiri secara berdampingan, yaitu: pengetahuan alamiah, yang berpangkal pada akal yang terang serta memiliki hal-hal yang bersifat insani umum sebagai sasarannya, dan pengetahuan iman, yang berpangkal dari wahyu dan memiliki kebenaran ilahi, yang ada di dalam Kitab Suci, sebagai sasarannya. Perbedaan antara pengetahuan yang diperoleh melalui akal dan pengetahuan iman itu menentukan hubungan antara filsafat dan teologia. Filsafat bekerja atas dasar terang yang bersifat alamiah semata-mata, yang datang dari akal manusia.

3.      Argumen kosmologi
Thomas juga mengajarkan apa yang disebut theologia naturalis, yang mengajarkan bahwa manusia dengan pertolongan akalnya dapat mengenal Allah, meskipun pengetahuan tentang Allah yang diperolehnya dengan akal itu tidak jelas dan tidak menyelamatkan. Melalui akalnya manusia dapat mengetahui bahwa Allah ada, dan juga tahu beberapa sifat Allah. Dengan akalnya manusia dapat mengenal Allah, setelah ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan mengenai dunia, alam semesta dan makhluk-Nya. Thomas berpendapat, bahwa pembuktian tentang adanya Allah hanya dapat dilakukan secara a posteriori.
Dalam hal ini Thomas memberikan 5 bukti, yaitu:
a.      Adanya gerak di dunia mengharuskan kita menerima bahwa ada Penggerak Pertama, yaitu Allah. Menurut Thomas, apa yang bergerak tentu digerakkan oleh sesuatu yang lain. Seandainya sesuatu yang digerakkan itu menggerakkan dirinya sendiri, maka yang menggerakkan diri sendiri itu harus juga digerakkan oleh sesuatu yang lain, sedang yang menggerakkan ini juga harus digerakkan oleh sesuatu yang lain lagi. Gerak menggerakkan ini tidak dapat berjalan tanpa batas. Maka harus ada penggerak pertama. Penggerak Pertama ini adalah Allah.
b.      Di dalam dunia yang diamati ini terdapat suatu tertib sebab-sebab yang membawa hasil atau yang berdayaguna. Tidak pernah ada sesuatu yang diamati yang menjadi sebab yang menghasilkan dirinya sendiri. Karena sekiranya ada, hal yang menghasilkan dirinya itu tentu harus mendahului dirinya sendiri. Hal ini tidak mungkin, sebab yang berdaya guna, yang menghasilkan sesuatu yang lain itu, juga tidak dapat ditarik hingga tiada batasnya. Oleh karena itu, harus ada sebab berdayaguna yang pertama. Inilah Allah.
c.       Di dalam alam semesta terdapat hal-hal yang mungkin “ada” dan “tiada ada”. Oleh karena itu semuanya itu tidak berada sendiri, tetapi diadakan dan oleh karena itu semuanya itu juga dapat rusak, maka ada kemungkinan semuanya itu “ada”, atau semuanya itu “tidak ada”. Tentu tidak mungkin semuanya itu senantiasa “ada”. Sebab apa yang mungkin “tidak ada” pada suatu waktu memang tidak ada. Karena segala sesuatu memang mungkin “tidak ada”, maka pada suatu waktu mungkin saja tidak ada sesuatu. Jikalau pengandaian ini benar, maka sekarang juga mungkin tidak ada sesuatu. Padahal apa yang tidak ada hanya dapat dimulai berada jikalau diadakan oleh sesuatu yang telah ada. Jikalau segala sesuatu hanya mewujudkan kemungkinan saja, tentu harus ada sesuatu yang “adanya” mewujudkan suatu keharusan. Padahal sesuatu yang adanya adalah suatu keharusan, “adanya” itu dapat disebabkan oleh sesuatu yang lain, atau berada sendiri. Seandainya sesuatu yang adanya adalah suatu keharusan disebabkan oleh sesuatu yang lain, sebab-sebab itu tak mungkin ditarik hingga tiada batasnya. Oleh karena itu, harus ada sesuatu yang perlu mutlak, yang tak disebabkan oleh sesuatu yang lain. Inilah Allah.
d.      Diantara segala yang ada terdapat hal-hal yang lebih atau kurang baik, lebih atau kurang benar, dan lain sebagainya. Apa yang disebut kurang baik, atau lebih baik, itu tentu disesuaikan dengan sesuatu yang menyerupainya, yang dipakai sebagai ukuran. Apa yang lebih baik adalah apa yang lebih mendekati apa yang terbaik. Jadi, jikalau ada yang kurang baik, yang baik dan yang lebih baik, semuanya mengharuskan adanya yang terbaik. Demikian juga halnya dengan yang kurang benar, yang benar dan yang lebih benar dan lain sebagainya. Dari ini semua dapat disimpulkan, bahwa harus ada sesuatu yang menjadi sebab dari segala yang baik, segala yang benar, segala yang mulia, dan sebagainya. Yang menyebabkan semuanya itu adalah Allah.
e.      Segala sesuatu yang tidak berakal, misalnya: tubuh alamiah, berbuat menuju kepada tujuannya. Hal ini tampak dari caranya segala sesuatu yang tidak berakal tadi berbuat, yaitu senantiasa dengan cara yang sama untuk mencapai hasil yang terbaik. Dari situ terlihat bahwa perbuatan tubuh bukanlah perbuatan kebetulan, semuanya diatur oleh suatu kekuatan, semuanya itu menuju pada “akhir”. Jika tidak diarahkan oleh suatu “tokoh yang berakal”, maka semua perbuatan tubuh tidak mungkin memperoleh ilmu pengetahuan. Kekuatan yang mengarahkan itu adalah Allah.

Aquinas mengeluarkan kemungkinan adanya rangkaian sebab pertama yang kita namakan Tuhan. Bagi Thomas, argumen kosmologi tentang eksistensi Tuhan adalah sesuatu yang penting. Menurutnya, sebagai makhluk yang berakal, kita harus membedakan antara ciri-ciri yang aksidental dan ciri-ciri yang esensial tentang realitas, atau antara objek-objek yang bersifat sementara dan objek-objek yang bersifat permanen. Tiap-tiap kejadian antara perubahan memerlukan suatu sebab, dan menurut logika, kita harus kembali ke belakang, kepada sebab yang berada sendiri, tanpa sebab atau kepada Tuhan yang berdiri sendiri. Oleh sebab itu, Tuhan bersifat imanen dalam alam, ia prinsip pembentuk alam. Tuhan adalah syarat bagi perkembangan alam yang teratur serta sumber dan dasarnya yang permanen.  Sekalipun demikian dapat juga dikatakan bahwa orang memang dapat memiliki beberapa pengetahuan filsafati tentang Allah.


Di sini Thomas mengikuti ajaran Dionisios dari Areopagos, akan tetapi ajaran Neoplatonisme itu dirobah, disesuaikan denga teori pengenalannya yang berdasarkan ajaran Aristoteles. Melalui akal, ada 3 (tiga) cara manusia dapat mengenal Allah, yaitu:
a.      Segala makhluk sekedar mendapat bagian dari keadaan Allah. Hal ini mengakibatkan bahwa segala yang secara positif baik pada para makhluk dapat dikenakan juga kepada Allah (via positiva).
b.      Sebaliknya juga dapat dikatakan, karena adanya analogi keadaan,  bahwa segala yang ada pada makhluk tentu tidak ada pada Allah dengan cara yang sama (via negativa).
c.       Jadi, apa yang baik pada makhluk tentu berada pada Allah dengan cara yang jauh melebihi keadaan pada para makhluk itu (via iminentiae).

4.      Penciptaan
Pemikiran filsafat Thomas tentang penciptaan juga suatu pemikiran yang penting. Pemikirannya tersebut pada dasarnya adalah ajaran Augustinus- Neoplatonisme, yaitu ajaran tentang partisipasi. Segala makhluk berpartisipasi dalam keadaan Allah, atau mendapat bagian dari “ada” Allah. Hal ini disebabkan bukan karena emanasi seperti yang diajarkan Neoplatonisme, melainkan karena karya penciptaan Allah. Allah menciptakan dari “yang tidak ada” (ex nihilo). Sebelum dunia diciptakan tidak ada apa-apa, sehingga juga tidak ada dualisme yang asasi antara Allah dan benda, antara yang baik dan yang jahat. Segala sesuatu dihasilkan Allah dengan penciptaan. Oleh karena itu, segala sesuatu berpartisipasi atau mendapat bagian dari kebaikan Allah, sekalipun cara makhluk memiliki kebaikan itu berbeda dengan cara Allah.

5.      Makhluk Murni
Menurut Thomas Aquinas, makhluk-makhluk rohani dalam arti yang murni (yaitu  para malaikat) juga tersusun dari hakekat dan eksistensi, sekalipun mengenai malakat dapat juga dibicarakan hal “bentuk”. Para malaikat memiliki hakekat (essentia) roh dan mereka bereksistensi. Pada malaikat tidak terdapat susunan materi dan bentuk, potensi dan aktus. Hal ini dikarenakan potensi para malaikat tiada potensi yang harus berkembang. Oleh karena itu, diantara para malaikat tiada individuasi dalam satu jenis. Tiap malaikat adalah jenisnya sendiri. Baru pada makhluk-makhluk yang berjasad (benda-benda mati, tumbuhtumbuhan, binatang dan manusia) ada 2 macam susunan, yaitu hakikat dan eksistensi (essentia dan existentia), sebagai tanda pengenal makhluk, materi dan bentuk, atau potensi dan aktus. Dan sebagai tanda pengenal segala yang berjasad, yang bendani.

6.      Jiwa
Manusia adalah suatu kesatuan yang berdiri sendiri, yang terdiri dari bentuk (jiwanya) dan materi (tubuhnya). Dikarenakan hubungan antara jiwa dan tubuh sebagai bentuk dan materi atau sebagai aktus dan potensi atau bisa juga dikatakan sebagai perealisasian dari bakat. Jiwa bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri seperti yang diajarkan oleh Plato. Terhadap tubuh, jiwa merupakan bentuk atau aktus atau perealisasiannya, karena jiwa adalah daya gerak yang menjadikan tubuh sebagai materi, atau sebagai potensi, menjadi realitas. Jiwalah yang memberikan perwujudan kepada tubuh sebagai materi. Dengan demikian, praeksistensi ditolak oleh Thomas. Akan tetapi jiwa dianggap tidak dapat binasa bersamaan dengan tubuh, jiwa tidak dapat mati. Bagi Thomas, tiap perbuatan (juga berpikir dan berkehendak) adalah suatu perbuatan segenap pribadi manusia, perbuatan “aku”, yaitu jiwa dan tubuh sebagai kesatuan. Jadi bukan akalku berpikir, atau mataku melihat dsb, akan tetapi aku berpikir, aku melihat, dsb. Kesatuan manusia ini mengandaikan bahwa tubuh manusia hanya dijiwai oleh satu bentuk saja, bentuk rohani, yang sekaligus juga membentuk hidup lahiriah dan batiniah. Jadi, jiwa adalah bersatu dengan tubuh dan menjiwai tubuh.
Jiwa memiliki 5 daya, yaitu:
a.      Daya jiwa vegetatif, yaitu yang bersangkutan dengan pergantian zat dan dengan pembiakan.
b.      Daya jiwa yang sensitif, daya jiwani yang berkaitan dengan keinginan
c.       Daya jiwa yang menggerakkan
d.      Daya jiwa untuk memikir
e.      Daya jiwa untuk mengenal

D.     Lex Aterna, Lex Naturalis dan Lex Humana: Filsafat Politik Thomas Aquinas
Pemikiran Thomas Aquinas tentang etika politik bisa dilihat pada pendapatnya mengenai hukum. Menurutnya, hukum pada kodratnya sangat memperhatikan keadilan pada masyarakatnya. Dalam negara hukum konstitusional, keberadaannya diukur pada bagaimana Negara tersebut memberi perlindungan kepada rakyat dan memperhatikan hak-hak asasi manusia. Dalam kesepakatan etika politik modern dinyatakan bahwa kekuasaan politik memerlukan legitimasi demokrasi dan dalam tuntutan bahwa negara dibebani tanggungjawab untuk mewujudkan keadilan sosial. Sumbangsih pemikirannya pada filsafat politik walaupun hanya merupakan sebagian kecil dari seluruh tulisannya, tenyata sangat esensial pada etika kekuasaan. Thomas membicarakan masalah etika politik dalam dua tulisan, yaitu Summa Theologiae I dan dalam tulisan mungilnya De Regimine Principum (tentang pemerintahan raja). Pada uraian pertama, Thomas membicarakan tiga macam hukum dan hubungan yang terdapat diantara hukum-hukum ini, yang pertama adalah Lex Aterna (Hukum Abadi) atau kebijakan Ilahi sendiri sejauh merupakan dasar kodratnya, karena kodrat makhluk-makhluk mencerminkan kebijaksanaan yang menciptakannya. Bahwa makhluk itu ada dan bahwa makhluk berbentuk atau berkodrat sebagaimana adanya adalah karena itulah yang dikehendaki Sang Pencipta. Kenyataan ini mempunyai akibat, bahwa kodratnya adalah normatif bagi ciptaannya.
Makhluk itu dengan sendirinya tumbuh, bergerak dan berkembang menurut hukum alam. Tetapi lain halnya dengan manusia. Manusia memiliki pengertian dan kemauan bebas dan oleh karena itu dapat menentukan sendiri bagaimana ia mau bertindak. Dalam hal ini, baginya kodrat merupakan hukum dalam arti yang              sungguh - sungguh manusia hidup sesuai dengan kodratnya. Hukum kodrat itulah dasar semua tuntutan moral. Dengan menghubungkan hukum moral dengan hukum kodrat, Thomas mencapai dua hal sekaligus, ia mendasarkan norma-norma moral pada wewenang mutlak Sang Pencipta. Dan ia sekaligus menunjukkan rasionalitasnya. Rasionalitasnya merupakan tuntutan-tuntutan moral yang terletak dalam kenyataan. Tuntutan – tuntutan itu sesuai dan berdasarkan pada keperluan kodrat manusia. Thomas
dalam mengatasi irasionalisme sedemikian banyak etika religius yang mempertanyakan norma-norma moral pada kehendak Tuhan, tanpa menjelaskan mengapa Tuhan berkehendak demikian. Menurut kodratnya Tuhan menghendaki agar manusia hidup sesuai dengan kodratnya, dan itu berarti, hidup sedemikian rupa sehingga ia dapat berkembang. Dapat membangun dan menemukan identitasnya, dapat menjadi bahagia. Dalam bahasa moral hukum kodrat menuntut manusia agar hidup sesuai dengan martabatnya.

E.      FILSAFAT HUKUM EKONOMI
Filsafat Hukum Alam (Natural Law) lahir sejak zaman Yunani, berkembang di zaman Romawi sampai ke zaman modern ini. Pemuka Hukum Alam adalah Plato (429-347 BC), Aristoteles (348-322 BC) zaman Yunani, Marcus Tullius Cicero (106-43 BC) zaman Romawi, St. Agustine (354-430), dan St. Thomas Aquinas (1225-1274) dari kalangan Kristen, Grotius (1583-1645), Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704). Teori Hukum berkenaan dengan pertanyaan, apa yang dimaksud dengan Hukum Alam (Natural Law)? Dihubungkan dengan Teori Hukum Alam (Natural Law), maka Teori Hukum lebih berhubungan dengan karakter dari hukum atau karakter dari suatu sistem hukum daripada isinya, yaitu peraturan perundang-undangan yang spesifik. Namun demikian, setiap penjelasan yang tepat mengenai Hukum Alam (Natural Law), akan mengakomodasi fungsi dan administrasi dari ketentuan-ketentuan hukum tertentu dari suatu sistem hukum. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, ada yang menekankan kepada satu atau lebih aspek khusus di dalam mana hukum positif beroperasi. Analisis hukum yang lainnya memberikan tekanan yang khusus kepada kekuasaan dan posisi dari pembuat undang-undang, sementara yang lainnya memberikan penekanan kepada pengadilan, yang lainnya melihat sikap dari masyarakat yang menjadi subjek hukum, dan lainnya lagi menekankan kepada moral dan nilai-nilai sosial di mana hukum itu bertujuan untuk mereflesikannya dan mendorongnya. Analisis dari unsur-unsur hukum seperti tersebut di atas, metode pendekatannya umumnya dikenal sebagai “doktrin Hukum Alam”, “positivisme”, dan “realisme”, kesemuanya menawarkan sesuatu yang sangat berharga untuk diperhatikan dan dengan demikian membuatnya saling bersaing, kadang-kadang menimbulkan konflik, dalam usaha untuk mendapat pengakuan. Kontribusi masing-masing seringkali digunakan sebagai alasan kritik terhadap metode yang lain.
St. Thomas Aquinas membagi keadilan ekonomi kedalam 3 jenis : Commutative Justice, Distributive Justice dan Social Justice.
Ø  Commutative Justice adalah berkaitan dengan beroperasinya ekonomi pasar yaitu penghormatan terhadap kontrak dan hak milik pribadi. Individu mempunyai kepentingan yang alamiah, asal tidak melukai orang lain. Pemikiran Aquinas mengenai kontrak dan hak milik ini juga dituangkan oleh George Frederickson melalui bukunya The Mechanism of Governance yang juga memuat mengenai kontrak dan kepemilikan atas aset-aset pribadi yang dijamin secara hukum oleh pemerintah melalui suatu mekanisme hukum yang berlaku bagi seluruh aspek pelaku ekonomi baik pemerintah, masyarakat maupun swasta.
Ø  Distributive Justice adalah penting untuk berfungsinya ekonomi. Hal ini berkenaan dengan pertanyaan bagaimana membagikan keuntungan kegiatan ekonomi. Bagaimana membagi “kue ekonomi”, adalah penting untuk alasan kegiatan ekonomi. Ekonomi dapat disebut sebagai suatu upaya manusia dalam memenuhi kebutuhannya, dalam upayanya itu manusia berinteraksi dengan sesamanya. Namun seiring perkembangan teknologi dan pengetahuan, ekonomi dijadikan juga sebagai suatu alat dalam mendapatkan keuntungan. Aquinas melihat keadaan ini dan menghasilkan suatu pemikiran mengenai keseimbangan dalam mencari keuntungan agar tidak adanya pihak yang merasa dirugikan dari aktivitas ini.
Ø  Social Justice berkenaan dengan kebutuhan ekonomi untuk mempunyai structures dan institutions – jika hubungan ekonomi tidak baik akan berakibat kurangnya produktivitas. Aquinas berpendapat bahwa ekonomi merupakan hasil dari interaksi manusia, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa adanya faktor sosial yang juga ikut tergabung dalam interaksi tersebut. Hal ini dikarenakan manusia merupakan mahluk yang memiliki atribut sosial yang menyebabkan berbedanya manusia dari mahluk yang lain. Aquinas memberikan dasar-dasar interaksi manusia dalam proses ekonomi yang juga melibatkan faktor sosial. Interaksi ini harus dijaga keharmonisannya agar produktivitas manusia tetap terjaga.
Pertumbuhan ekonomi tidak selalu mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Campur tangan pemerintah, menurut pendapat ekonom konservative, menyebabkan bertambahnya kemiskinan daripada mengentaskannya. Program pemerintah menyebabkan masyarakat tergantung kepada bantuan publik, yang mencegahnya belajar keahlian untuk bekerja secara mandiri.



DAFTAR PUSTAKA

Garvey, James, 20 Karya Filsafat Terbesar, Yogyakarta: Kanisius, 2010
http://darwinsimanjorang.wordpress.com