Search

Kritik Teori Kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia


1.      Kritik teori kemiskinan dan pembangunan manusia
Human development index (HDI) atau Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan suatu terobosan dalam menilai pembangunan manusia dari suatu negara untuk menentukan apakah negara tersebut termasuk negara maju, berkembang atau miskin. Sistem perhitungan ini diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi bernama Amartya Sen dan dibantu oleh Mahbub Ul Hag, sehingga sering indeks ini disebut sebagai Indeks Sen. IPM sebelum tahun 2008 menggunakan tiga indikator yakni angka harapan hidup (life expectation), angka buta huruf dan pendapatan domestik bruto perkapita dalam dolar AS.
Penggunaan indikator ini mengacu  pada karya Sen yang berjudul “Poverty and Famines : An Essay of Entitlement and Deprivation”. Dalam karyanya Sen menyatakan bahwa kelaparan terjadi bukan karena kekurangan bahan pangan namun karena tidak meratanya pembangunan pemerataan distribusi makanan. Kelaparan adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk memperoleh kecukupan makanan untuk dirinya. Hal ini dikarenakan adanya sistem sosial yang tidak adil. Sen menunjukkan bahwa penyebab kelaparan lebih banyak disebabkan oleh faktor ekonomi dan sosial seperti menurunnya upah pekerja, pengangguran, naiknya harga bahan pangan dan lemahnya mekanisme distribusi.
Dalam indikator lama ini, IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara melalui:
Ø  hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat lahir
Ø  Pengetahuan yang diukur dari angka buta aksara untuk orang dewasa dikombinasi dengan lama harapan sekolah
Ø  Standar kehidupan layak yang dikur melalui produk domestik bruto per kapita
Ketiga indikator ini belum mampu menjawab permasalahan pembangunan manusia dari suatu negara karena terbukti bahwa standar kehidupan layak yang diukur dengan menggunakan produk domestik bruto per kapita memiliki hasil yang membias. Hal ini dikarenakan adanya keuntungan dari produk domestik suatu negara yang mengalir ke luar. Untuk itulah dalam IPM reformasi dipergunakan indeks pendapatan nasional bruto (PNB) yang terbukti lebih mampu merespon pendapatan kotor dari pekerja-pekerja dalam suatu negara. Dengan menggunakan PNB ini maka dapat lebih terlihat kesenjangan penghasilan antar individu. Selain itu diperhitungkan juga nilai kesenjangan, ketidaksetaraan gender dan indeks kemiskinan multidimensional yang berdasar pada pemikiran Sen tentang kesejahteraan dan kemiskinan.
Meskipun telah menggunakan IPM reformasi serta indeks-indeks tambahan lainnya, namun masih saja terjadi ketidakakuratan data dari suatu negara. Masih adanya upaya-upaya untuk menyembunyikan ketimpangan yang terjadi dalam pembangunan manusia. Oleh sebab itu jika mengacu pada teori Sen tentang kemiskinan yang diakibatkan ketidakmerataan distribusi makanan, maka perlu pula dipertimbangkan gagasan untuk menyertakan tidak saja GNP dan indeks-indeks lainnya namun perlu juga diperhitungkan fluktuasi perekonomian dari suatu negara yang diukur. Hal ini dikarenakan, perekonomian merupakan suatu titik sentral aktifitas-aktifitas ekonomi yang didalamnya memuat berbagai faktor-faktor ekonomi yang tidak diukur oleh IPM seperti adanya biaya transaksi, persaingan, kontrak, investasi, embargo politik ekonomi dan ketidakmerataan penghasilan para pekerja dari suatu negara yang berpengaruh terhadap Pendapatan Nasional Bruto (PNB).

2.      Kebutuhan Pokok dan dinamikanya
a.      Gejala kenaikan suatu barang dalam grafik
Grafik Kenaikan Harga Gula di Indonesia






Gula merupakan salah satu barang kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Terdapat berbagai macam gula di Indonesia, namun yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah gula yang berbahan dasarkan tebu, atau biasa disebut gula pasir. Pemerintah akan berupaya agar ketersediaan gula di pasaran dengan harga yang stabil dapat terlaksanakan. Namun berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah jika mengacu pada grafik diatas dapat dikatatakan tidaklah berhasil untuk mengontrol harga gula dipasaran. Membandingkan harga gula di tahun 2008 dan 2009 maka terjadi kecenderungan peningkatan harga gula.
Hal ini jelas menjadi pertanyaan sekaligus keresahan bagi para konsumen primer bahan pokok ini yakni rumah tangga maupun industri-industri pangan yang berbahan dasar gula pasir. Jika harga gula dipasaran terus merangkak naik maka suatu saat gula tidak dapat lagi dibeli oleh kelompok konsumen ekonomi menengah kebawah dan industri makanan rumah tangga menjadi bangkrut. Maka untuk itu perlu dilakukan analisis dan asumsi-asumsi mengapa harga gula naik.
Kemungkinan kenaikan harga gula dapat dipetakan kedalam tiga kelompok yakni :
Ø  Produsen
Kenaikan harga gula bisa dimulai dari tataran produsen. Hal ini dimungkinkan dikarenakan adanya berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi. Seperti manajemen yang kuno, birokasi internal yang berbelit-belit, motif individual, hingga teknologi yang masih bersifat tradisional. Pengembangan usaha yang berbasis teknologi terbentur karena persoalan birokrasi, dimana pengembangan teknologi yang berpangkal pada pengucuran dana tambahan tidak mendapat persetujuan karena dualisme pengaturan manajemen antara pelaksana dan pemegang modal. Selain itu manajemen yang tidak efektif dan efisien menyebabkan membengkaknya harga produksi dan berakibat pada peningkatan harga produk.
Ø  Perantara
Proses distribusi barang kebutuhan pokok menggunakan bulog sebagai perantara. Dengan adanya bulog maka dimungkinkan untuk melakukan pembelian gula dari provinsi A ke provinsi B dengan minimal pembelian adalah 100 ton. Seperti halnya produsen, bulog sebagai perantara barang pun tidak terlepas dari permasalahan manajerial dan birokasi. Sebagai bagian dari pemerintah maka bulog tentu saja menganut sistem birokrasi kepemerintahan yang secara teori tidak mungkin diimplementasi di dunia pasar. Bahkan sebaliknya, semangat-semangat wirausahalah yang seharusnya ditanamkan dalam sistem birokrasi pemerintahan. Adanya biaya perantara dan transportasi mengangkutan barang yang menjadi tanggung jawab pembeli menyebabkan harga gula dari produsen mengalami kenaikan. Belum lagi adanya pungutan-pungutan liar guna memuluskan proses perantaraan.
Ø  Distributor/pedagang
Sebagai ujung tombak terdepan dalam pemasaran produk maka distributor memegang peranan penting. Ketersediaan barang pokok dan kestabilan harga di pasaran adalah salah satu tugas utama distributor. Namun adanya motif pribadi dan sifat opurtunis dari distributor menyebabkan terjadinya gejolak harga di pasaran. Menaikkan harga gula di bulan-bulan hari raya keagamaan merupakan bentuk nyata politik opurtunis yang dipraktekkan oleh para pedagang. Kenaikan harga bahan pokok dengan mudah terjadi, namun trend untuk menurunkan kembali harga inilah yang sulit dilaksanakan. Akibatnya terjadi akumulasi kenaikan harga secara bertahap sehingga dalam gambaran grafik terlihat adanya trend kecenderungan kenaikan harga yang mencai dua kali lipat di tahun 2009 jika dibandingkan dengan tahun 2008.
b.      Solusi konseptual dan empirik dalam mengatasi kecenderungan
Perlu adanya perbaikan manajemen baik di tingkat produksi, perantara maupun pemasaran ke arah yang lebih baik yakni dengan mengintegrasikan semangat-semangat kewirausahaan yang pitif guna peningkatan efektifitas dan efisiensi manajerial yang berimplikasi pada penurunan biaya produksi, perantara dan pemasaran. Penertiban pungutan-pungutan dalam setiap tataran guna menghindari kebocoran biaya yang besar dikarenakan kepentingan individual. Selain itu perlu adanya operasi pasar di hari-hari besar keagamaan atau menjelang hari libur nasional sebagai tindakan antisipasi dari kenaikan harga barang di pasar karena adanya aksi ambil keuntungan dari para pedagang. Selain itu perbaikan hubungan  internasional juga perlu diperhatikan guna mendapatkan penawaran harga yang baik bagi industri dalam maupun luar negeri yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kenaikan harga bahan – bahan pokok di dalam negeri.

3.      Pergeseran Paradigma ekonomi klasik ke ekonomi pilihan publik
Ekonomi klasik memfokuskan pembahasan tentang peran faktor-faktor produksi seperti tanah, modal dan tenaga kerja. Ketersediaan faktor-faktor ini menentukan wujud ekonomi suatu negara. Pandangan ekonomi klasik juga menjadi perintis perdagangan bebas yang selama ini diproteksi oleh pandangan merkantilis. Dengan adanya perdagangan bebas ini maka batas antar negara menjadi semakin semu dan pasar menjadi semakin luas. Dengan adanya perdagangan bebas maka negara dengan kemampuan dan kesiapan dalam menghadapi perdangan pasar bebas akan semakin maju sementara negara yang tidak siap menghadapi pasar bebas akan semakin terpuruk dalam persaingan perdagangan bebas. Para tokoh ekonomi klasik mencoba mencari penyelesaian permasalahan ekonomi yang terus berkembang dengan memfokuskan analisis pada teori harga. Kaum klasik mencoba menyelesaikan permasalahan ekonomi dengan meneliti mekanisme faktor permintaan dan faktor penawaran yang menentukan harga. Selain itu sumbangan lainnya seperti pandangan ekonomi liberal juga merupakan hasil dari pendangan ekonomi klasik. Ekonomi klasik memandang bahwa pasar secara makro akan berkembang jika mekanismenya diserahkan kepada pasar sedangkan pemerintah hanya bertanggung jawab sebatas menyediakan keamanan, penegakan hukum dan pembangunan infrastruktur. Selain itu teori nilai yang membedakan niali dari suatu barang menjadi nilai guna dan nilai tukar juga dihasilkan oleh kelompok ini. Adam Smith menyatakan bahwa suatu barang memiliki dua jenis nilai yakni nilai guna dan nilai tukar. Nilai guna adalah nilai dari kegunaan suatu barang dalam proses atau kebutuhan tertentu sementara nilai tukar adalah sejumlah nilai yang harus dibayarkan untuk memperoleh barang tersebut. Misalnya air, udara memiliki nilai kegunaan yang sangat tinggi namun nilai tukarnya sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali, berbeda dengan berlian yang memiliki nilai guna kecil namun nilai tukar yang sangat besar. David Ricardo menyatakan bahwa nilai penukaran barulah ada kalau barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang dapat ditukarkan bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan membuat sesuatu barang, karena barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang. Selanjutnya David Ricardo (1772-1823) juga membuat perbedaan antara barang yang dapat dibuat dan atau diperbanyak sesuai dengan kemauan orang, di lain pihak ada barang yang sifatnya terbatas ataupun barang monopoli (misalnya lukisan dari pelukis ternama, barang kuno, hasil buah anggur yang hanya tumbuh di lereng gunung tertentu dan sebagainya). Dalam hal ini untuk barang yang sifatnya terbatas tersebut nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan kerelaan membayar dari para calon pembeli. Melihat kenyataan ini maka kita dapat merujuk pada pernyataan Adam Smith yang menyatakan bahwa perekonomian digerakkan oleh “invisible hands” yakni permintaan, penawaran dan mekanisme harga. Tokoh-tokoh dalam ekonomi klasik antara lain : Adam Smith (1723-1790), Thomas Robert Malthus (1766-1834), Jean Baptiste Say (1767-1832), David Ricardo (1772-1823), Johan Heinrich von Thunen (1780-1850), Nassau William Senior (1790-1864), Friedrich von Herman, John Stuart Mill (1806-1873) dan John Elliot Cairnes (1824-1875). Dapat dikatakan bahwa isu-isu utama dalam pandangan kaum ekonomi klasik adalah adanya perdagangan bebas yang digerakkan oleh “invisible hands” tanpa adanya campur tangan pemerintah dalam mekanisme pasar. Pemerintah hanya berfungsi untuk menyediakan keamanan, peraturan atau regulasi dan berbagai infrastruktur guna mendukung proses perdagangan yang berlangsung. Hal ini berarti keseimbangan pasar dan mekanisme perlindungan perdagangan sepenuhnya menjadi fokus dari para pelaku pasar untuk menghindari terjadinya “kegagalan pasar”.
Ekonomi pilihan publik menyatakan bahwa mekanisme pasar dipengaruhi dan digerakkan oleh adanya kepentingan pribadi. Para ahli ekonomi menyatakan bahwa meskipun banyak tindakan yang berlandaskan tujuan untuk banyak orang namun jika didalami lebih jauh maka dapat diketahui bahwa dasar atau motif dari keputusan tersebut didasari adanya kepedulian terhadap diri mereka sendiri. Hal ini belaku bagi semua kelas dalam mekanisme pasar yakni pengusaha, produsen, konsumen ataupun pekerja. Para penganut teori pilihan publik juga berpendapat bahwa walaupun seseorang bertindak dalam pasar politis memiliki sejumlah kepedulian terhadap orang lain, motfi utama mereka adalah kepentingan pribadi. Berbeda dengan pandangan ekonomi klasik yang menitik beratkan mekanisme pasar pada perdagangan bebas tanpa adanya campur tangan pemerintah, dalam teori pilihan publik terdapat pandangan bahwa meskipun adanya campur tangan pemerintah, namun bisa saja terjadi “kegagalan pemerintah” akibat ketidakmampuan pemerintah dalam mengontrol atau mengendalikan pasar. Teori pilihan publik dengan cepat berkembang dikarenakan kurangnya insentif bagi para pemilih untuk memonitor pemerintah dan pasar secara efektif. Pemilih sebagai subyek pilihan publik tidak tertarik untuk memonitor mekanisme ini karena merasa tidak adanya keuntungan langsung yang diterima jika melaksanakannya. Misalnya dalam penggunaan keuangan negara oleh para penyelenggara, meskipun penggunaan keuangan negara telah optimal dan efektif namun para pemilih tidak memperoleh keuntungan langsung misalnya memperoleh komisi atau insentif dari sisa penggunaan uang negara tersebut. Hal inilah yang mendasari pemikiran bahwa dalam mekanisme makro, motif tindakan didasari oleh kepentingan pribadi karena kepentingan pribadi inilah yang berpengaruh secara langsung terhadap keadaan dari pemilih. Tokoh terkenalnya adalah James Buchanan dan Gordon Tullock. Teori pilihan publik menitik beratkan proses atau motif penyelenggaraan perekonomian dan pasar pada kepentingan pribadi yang memiliki pengaruh langsung terhadap pemilih dibandingkan dengan kepentingan global atau luas sehingga adanya campur tangan pemerintah dalam mengendalikan pasar. Sehingga dalam teori pilihan publik dikenal istilah “kegagalan pemerintah” yakni ketidak mampuan pemerintah dalam mengedalikan gejolak pasar akibat kepentingan-kepentingan pribadi dari para pelaku pasar.
Berbeda dengan ekonomi klasik yang membatasi peran pemerintah yakni sebagai penyedia regulasi, infrastruktur dan keamanan dan menyerahkan sepenuhnya penyelenggaraan pasar kepada para pelaku pasar, pilihan publik justru memasukkan pemerintah dalam penyelenggaraan pasar dikarenakan banyaknya kepentingan-kepentingan pribadi dari setiap pelaku pasar yang mendasari tindakan-tindakan sehingga harus ada campur tangan pemerintah guna menstabilkan gejolak pasar dan menetapkan kepentingan umum yang harus dicapai. Selain itu mekanisme penentuan harga dalam ekonomi klasik yang didasari dari permintaan dan penawaran berbeda dengan pilihan publik yang penentuan harga barang berdasarkan kebutuhan pribadi yang digeneralisasi menjadi kebutuhan banyak orang.

4.      Ekonomi biaya transaksi sebagai pendekatan ekonomi institusi baru
Teori ekonomi-politik institusi ekonomi dibagi atas institusi ekonomi lama dan baru (Buchholz:1990). Sama-sama mengritisi teori ekonomi neo-klasik tetapi institusi ekonomi lama dianggap oleh para ahli sama dengan teori neo-klasik. Pandangan neo-klasik menganggap pasar berjalan secara sempurna tanpa biaya apapun karena pembeli (consumers consumers) memiliki informasi yang sempurna dan penjual (producers producers) saling berkompetisi sehingga menghasilkan harga yang rendah. Tetapi dunia nyata faktanya adalah sebaliknya, di mana informasi, kompetisi, sistem kontrak, dan proses jual jual-beli bisa sangat asimetris. Inilah yang menimbulkan adanya biaya transaksi, yang sekaligus bisa didefinisikan sebagai biaya-biaya untuk melakukan proses negosiasi, pengukuran, dan pemaksaan pertukaran.
NIE (New Institution Economic) atau ekonomi institusi baru memandang, beberapa asumsi yang tidak realistik dari neoklasik seperti informasi yang sempurna, tidak ada biaya transaksi / zero transaction costs (pada kenyatannya, biaya transaksi eksis, dimana salah satu atau sejumlah pelaku ekonomi menanggung akibatnya), dan rasionalitas yang lengkap, tetapi asumsi individu yang berupaya untuk mencari keuntungan pribadi (self self-seeking individuals) untuk memperoleh kepuasan maksimal tetap diterima.
Ekonomi institusi baru menganggap bahwa manusia memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), ada asymmetric information dalam setiap hubungan transaksional, dan cendrung oportunis. Biaya transaksi muncul karena terjadinya kegiatan ekonomi di antara aktor-aktor yang ada dalam masyarakat.
Dalam aktivitas ekonomi ada dua jenis biaya yang dapat diidentifikasi. Pertama, biaya-biaya yang tekait dengan produksi dan distribusi fisik suatu barang dan jasa. Kedua, biaya-biaya yang diperlukan untuk pertukaran. Total biaya dalam ekonomi tidak hanya ditentukan oleh penjumlahan biaya produksi (teknologi dan input yang digunakan) tetapi juga memerlukan biaya untuk bertransaksi yang ditentukan oleh aturan institusional.
Cara berpikir ini yang disebut oleh pakar sebagai cara berpikir ekonomi-politik ekonomi institusi baru. Akibat adanya ekonomi ekonomi institusi baru, fenomena ekonomi tidak semata-mata dihitung dari supply dan demands saja (klasik), melainkan dihitung dari orientasi aktor, keadaan lingkungan aktor, karakter aktor dan lain sebagainya yang dapat mempengaruhi proses transaksi dalam pasar. institusi ekonomi lama, semata-mata menghitung perkembangan pasar.
Kirchner dan Picot (1987) menyatakan bahwa komponen umum biaya transaksi terdiri dari:
Ø  biaya untuk mencari informasi;
Ø  biaya pembuatan kontrak;
Ø  biaya monitoring (pengecekan kuantitas, kualitas, dan lain-lain);
Ø  biaya adaptasi.
Komponen tersebut berubah-ubah tergantung dari aktor-aktor yang terlibat.
Menurut North (1990), biaya transaksi adalah biaya yang timbul untuk mendefinisikasi barang dan jasa serta untuk memaksakan pertukaran.
Furubotn dan Richter (1997) menyatakan bahwa biaya transaksi adalah biaya untuk menciptakan, memanfaatkan, mengubah, dan mempertahankan institusi ekonomi.
Benham dan Benham (2000) menyatakan bahwa biaya transaksi adalah biaya yang timbul ketika individu melakukan pertukaran kepemilikan terhadap aset ekonomi dan mempertahankan hak ekslusif-nya.
Teori biaya transaksi menggunakan transaksi sebagai basis unit analisis sementara teori neoklasik memakai produk sebagai dasar unit analisis.
Coase (1988) mendemonstrasikan bahwa inefisiensi dalam ekonomi neoklasik bisa terjadi bukan cuma akibat adanya struktur pasar yang tidak sempurna atau penjelasan standar lainnya, melainkan karena adanya kehadiran secara implisit biaya transaksi.
Oliver wiliamson menyederhanakan biaya transaksi dalam bisnis :
Ø  Analisis biaya-biaya yang timbul akibat adanya kontrak (eksplisit/implisit) dalam dunia bisnis. Kontrak sangat penting karena menjadi dasar pengambilan keputusan.
Ø  Institusi ekonomi menentukan karakter dan besaran biaya transaksi. Setiap perusahaan menginginkan biaya yang rendah.
Ø  Harga pertama-tama menentukan, tetapi kemudian yang menentukan adalah transaksi institusi ekonomi.
Hubungan timbal balik transaksi komoditas dan aransemen institusi ekonomi secara terus menerus menuju perbaikan atau menuju kepada rasionalitas individu yang terlibat sebagai transaksi institusi ekonomi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan ekonomi institusi lama, fokus perhatian berada pada produk sebagai hasil akhir dari suatu proses produksi. Mekanisme pembentukan harga, mekanisme distribusi dan pemasaran sepenuhnya menjadi hubungan antara penjual dan pembeli. Hal inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan harga dikarenakan adanya faktor-faktor lainnya yang tidak diperhitungkan seperti biaya pencarian informasi, biaya monitoring, biaya kontrak dan lain-lain. Biaya-biaya yang tidak diperhitungkan inilah yang menimbulkan lahirnya pandangan ekonomi institusi baru dengan fokus perhatiannya pada kelompok biaya transaksi sebagai suatu proses yang mempengaruhi pembentukan harga pasar. Dengan memperhitungkan biaya-biaya transaksi inilah maka diperoleh suatu mekanisme pembentukan harga yang lebih rasional yang tidak semata-mata bergantung kepada rasionalitas manusia yang terbatas atapun asimetris informasi diantara aktor-aktor pasar.

5.      Tiga teori pendekatan marxian dalam ekonomi politik
Teori pendekatan Marxian dalam ekonomi politik terbagi dalam tiga teori pendekatan yakni pendekatan politik revolusioner, pendekatan politik kompromi kelas dan pendekatan teori Negara Marxian. Jika diamati ketiga pendekatan tersebut maka sangat jelas sekali terlihat aspek politik yang mendominasi pendekatan tersebut. Namun meskipun demikian, pendekatan Marxian ini bertumpu pada semangat ekonomi sosialis yakni pemerataan dan kebersamaan pembangunan dan aktifitas masyarakat yang bentuk extrimnya adalah komunisme, dimana keputusan-keputusan ekonomi disusun, direncanakan dan sekaligus dikontrol oleh negara.
Ø  Pendekatan politik revolusioner
Politik revolusioner dipandang sebagai salah satu pendekatan yang paling radikal. Politik tidak merujuk pada kebijakan yang dirancang untuk mengkompensasi keterbatasan masyarakat pasar seperti yang digunakan kaum klasik melainkan sebagai perubahan besar-besaran dalam struktur politik itu sendiri. Perubahan-perubahan ini sukar untuk dilakukan secara damai karena adanya konflik kepentingan sehingga diperlukan aksi yang radikal dan revolusioner melalui jalan kekerasan dan pemberontakan. Menurut marx, revolusi ini tidak direncanakan oleh buruh namun dikarenakan kondisi-kondisi kapitalisme yang tidak merata dan berimbang sehingga mengakibatkan penyerangan dan penghancuran kekuasaan negara. Berbeda dengan pandangan kaum klasik yang melihat kapitalisme yang mengandung sifat “self organizing” sebagai bentuk terobosan dalam pengembangan pasar yang bebas dari campur tangan pemerintah, Marx justru berpendapat bahwa kapitalisme selain memiliki sifat “self organizing”, juga memiliki sifat “self destruction”. Hal ini dikarenakan terjadinya ketimpangan dalam kemakmuran karena terjadi akumulasi modal dan kekayaan di kaum kapitalis dan disisi lain terjadi akumulasi penderitaan, kemiskinan dan degradasi mental disisi buruh. Buruh yang sadar sebagai kelompok tertindas akan bersatu dan melakukan gerakat perjuangan secara kolektif untuk menentang sistem kapitalis yang dianggap merugikan hak-hak buruh. Kapitalisme akan dihancurkan oleh buruh yang diorganisasi oleh mekanisme yang sama dengan proses produksi kapitalis itu sendiri.
Ø  Pendekatan politik kompromi kelas
Pendekatan politik kompromi kelas menjadi suatu terobosan baru dalam dalam pendekatan yang lebih damai dan tidak berbasis kekerasan. Berbeda dengan gerakan revolusioner yang penuh dengan kekerasan, kompromi kelas berupaya melakukan pendekatan melalui kompromi atau kesepakatan kelas. Cara yang lebih demokratis ini disarankan oleh Kautsky dan para politisi sosial demokratik. Pendekatan ini dengan melibatkan partisipasi kelompok pekerja dalam kelompok-kelompok kepentingan, partai politik dan proses pemilihan legislatif. Hal ini maksudkan untuk mengangkat derajat kaum buruh sehingga tidak terjadi suatu pergolakan akibat ketimpangan kemakmuran. Dengan pendekatan politik kompromi kelas, praktik politik memerlukan partisipasi dalam intstitusi-institusi yang ada, kompromi serta strategi pemilhan umum dan sebagainya. Partisipasi dalam institusi-institusi yang ada menysaratkan para buruh untuk menerima institusi-institusi yang ada sebagai alat untuk mengejar kepentingan dan tujuan para buruh. Fokus dari pendekatan ini ialah perbaikan upah bagi para pekerja yang pada masa kapitalisme sangat tidak berimbang.
Ø  Pendekatan teori negara marxian
Teori ini dimulai dengan asumsi bahwa masyarakat ekonomi terbagi-bagi dalam kelas-kelas yang terpisah dengan masing-masing kelas memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda. Sehingga tidak mungkin untuk membuat suatu kebijakan yang dapat diterima secara luas oleh kelas-kelas yang ada. Dalam keadaan ini, isu yang muncul sebagai jalan keluarnya adalah otonomi negara sebagai respon beberapa paradoks yang dihadapi oleh kelas kapitalis, terutama antara kepentingan individu dan kepentingan kolektif.
Bagi kelompok marxian, negara adalah bagian dari “super structure”, pelindung dari politik kapitalisme yang responsif terhadap kekuatan-kekuatan ekonomi. Negara adalah organ dominasi kelas dan tekanan suatu kelas terhadap  yang lain. Formulasi ini menghasilkan suatu kesimpulan bahwa divisi-divisi obyektif dalam masyarakat akan menentukan agenda negara serta alasan eksistensi negara.
Teori negara marxian menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut :
·         Ada konflik tak terdamaikan diantara kepentingan-kepentingan ekonomi kelas-kelas yang ada di masyarakat
·         Konflik antar kelas  ini mengancam ketertiban sosial
·         Untuk menciptakan ketertiban sosial maka perlu diciptakan suatu organisasi sosial untuk memenuhi kepentingan-kepentingan satu kelas saja
·         Ketertiban sosial harus menindas  salah satu kelas
·         Negara sebagai organ pemelihara ketertiban sosial adalah sebuah organ penindasan kelas
Jika merujuk pada teori ini maka terlihat adanya tensi antara ekonomi dan politik. Disatu sisi marxisme mengkritik kapitalisme dan pengorganisasian pasar yang liberal namun disisi lain marxisme juga menyandingkan aspek-aspek penting dari kekuatan ekonomi sebagai hal yang utama. Sehingga jika ditarik kesimpulan secara umum maka dalam ekonomi politik marxisme, eknomi memiliki pengaruh yang lebih dominan dibandingkan kekuatan politik.

6.      a.  Penyebab pasar tidak mengalami pareto optimal
Dalam pasar terdapat berbagai aktivitas yang melibatkan aktor-aktor ekonomi dan politik. SIapa yang mengasai pasar maka ia juga secara otomatis memiliki pengaruh terhadap politik yang ada. Kekuatan ekonomi dianggap sebagai bentuk kekuatan baru yang lebih mendominasi kekuatan politik. Tidaklah heran jika politik disebut sebagai dasar fundamental berdirinya ekonomi suatu negara. Apapun bentuk pasar yang yang dianut baik liberal kapitalis maupun sosial demokratis, kekuatan ekonomi dan politik tetap merupakan dua hal dasar yang menyatu seperti dua sisi uang logam. Karena adanya kekuatan ekonomi dan kekuatan politik yang bergerak dalam pasar maka tentu saja ada kepentingan-kepentingan dari masing-masing sisi yang juga ikut bergerak mengikuti kekuatan-kekuatan tersebut. Kekuatan ekonomi dengan orientasi pasar yang efisien dan efektif serta keuntungan yang sebesar-besarnya harus berbenturan dengan kekuatan politik yang berorientasi pada dominansi kekuasaan kelompok tertentu. Belum lagi dipertimbangkan motif pribadi dan tindakan oportunis dari individu-individu dalam masing-masing sisi kekuatan tersebut. Lalu bagamiana dapat dicapai suatu titik yang bisa menghubungkan baik kekuatan ekonomi yang besar dan kekuatan politik yang cenderung mengusai?
Jawabannnya adalah pemikiran yang diprakarsai oleh Vilfredo Federico Damaso Pareto dalam bukunya yang terkenal Manual of Political Economy yang ditulis dalam bahasa Perancis tahun 1896, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris tahun 1906. Pareto adalah orang pertama yang membahal optimalisasi dari suatu permasalahan yang optimasi multi tujuan. Pareto menyadari benar bahwa tidak mudah untuk menentukan optimalisasi suatu tujuan karena harus memperhitungkan banyaknya fungsi tujuan yang ada. Itulah sebabnya pareto menyusun optimalisasi dari tujuan dalam beberapa  titik yang disebut deret pareto. Pareto menyatakan bahwa optimalisasi tidak bisa tercapai pada suatu titik namun bisa didispersikan kedalam beebrapa titik optimal dengan tetap mengacu pada konsep dasar bahwa “An optimal allocation of resources is achieved when it is not possible to make anyone better off without making someone else worse off” artinya alokasi sumberdaya yang optimal tercapai apabila tidak mungkin untuk membuat orang lain menjadi lebih baik tanpa menjadikan orang lain menjadi lebih buruk”
Dari pemikiran pareto inilah sehingga jika memandang pasarsebagai suatu wadah tempat berkumpul dan berinteraksinya berbagai faktor-faktor ekonomi dan politik maka tidak mungkin untuk mencapai pareto optimal di satu titik. Yang bisa dilakukan adalah memilah titik-titik optimal dengan tetap menjaga keseimbangan titik-titik optimal tersebut.
b.      Ciri-ciri barang publik
Barang publik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Ø  Noneksklusivitas
Salah satu sifat yang membedakan barang publik dengan barang lain adalah apakah orang dapat dikecualikan dari manfaat barang tersebut atau tidak. Barang publik tidak dapat dikecualikan, siapa saja bisa memanfaatkannya baik yang membayar maupun yang tidak membayar (free raider). Misalnya penggunaan jalan raya baik oleh para pembayar pajak maupun yang tidak membayar pajak. Siapapun bisa menggunakan jalan raya tersebut dan tidak boleh ada larangan dalam bentuk apapun.
Ø  Nonrivalitas
Sifat kedua yang menjadi karakter dari barang-barang publik adalah nonrivalitas. Nonrivalitas yakni penggunaan barang tersebut oleh sesorang tidak menyebabkan permasalahan ketersediaan barang bagi orang lain atau dapat dipakai secara simultan. Barang tersebut dapat dipergunakan secara bersama-sama dan tidak perlu bersaing untuk menggunakannya.
Ø  nondivisibel
Barang tersebut tidak dapat dipilah-pilah kedalam ukuran yang lebih kecil untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Misalnya ruangan di tempat ibadah yang tidak bisa dikotak-kotak.
Ø  Tidak adanya biaya marginal
Tidak adanya penambahan biaya akibat penggunaan barang tersebut. Misalnya melintas di jalan raya tanpa adanya pungutan tambahan.
Ø  Eksternalitas tinggi
Maanfaat dari penggunaan barang tersebut dinikmati oleh orang banyak. Misalnya penerangan di lingkungan perumahan atau pembuatan saluran air.
c.       Prakondisi dari tingginya biaya transaksi yang berimplikasi menurunnya daya saing organisasi
Tingginya biaya transaksi menunjukkan bahwa adanya inefisiensi dalam rangkaian panjang prakter perdagangan di pasar. Biaya transaksi inilah yang menjadi sumber utama menurunnya daya saing organisasi. Sebagai contoh dapat dilihat pada industri gula Indonesia. Kasus industri gula di Indonesia selama ini selalu ditinjau dari sisi produksi sebagai penyebab inefisiensi, entah karena benih dan pupuk yang mahal, lahan sewa makin mahal, atau mesin pabrik gula yang kuno. Namun ditemukan fakta lain, bahwa sebagian sumber inefisiensi industri gula berasal dari sisi biaya transaksi. Biaya transaksi yang tinggi di pabrik gula (PG) berasal dari manajemen yang lemah sehingga, baik secara internal maupun eksternal. Biaya transaksi yang muncul akibat menggunakan “pasar” (market transaction costs), muncul karena PG harus menanggung biaya membuat kontrak dengan petani/pihak lain, bantuan kepada APTR/KUD, proses lelang gula, dan lain lain-lain. Kemudian biaya transaksi yang berkaitan dengan model manajemen perusahaan (managerial transaction costs), PG dibebani ongkos yang muncul akibat hirarkhi pengambilan keputusan yang berjenjang. Pada kasus PG milik pemerintah, manajemen PG hanya memiliki otoritas terbatas untuk mengambil keputusan, misalnya, dalam pembelian mesin atau rencana investasi. Seluruh proses itu harus melewati pihak PTPN (PT Perkebunan Negara), yang tentu saja dapat mengganggu proses produksi. Akhirnya, PG juga terbebani dengan biaya yang muncul karena menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah ( political transaction costs ), misalnya pajak, polusi, keamanan, dan pungutan ilegal.  Dari fakta diatas dapat dilihat bahwa biaya transaksi yang tinggi menyebabkan menurunnya daya saing organisasi. Hal ini dikarenakan banyak biaya yang harus dikucurkan di level transaksi yang justru seharusnya diupayakan agar dapat ditekan sebanyak mungkin. Keadaan inilah yang mendorong pemerintah melaksanakan import gula dari luar negeri yang memiliki harga lebih murah.
d.      Proses kreasi dalam organisasi berdasarkan tesis Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi
Pengetahuan yang baru tidak hanya bagian dari departemen R&D saja, pengetahuan harus meliputi semua unit di dalam organisasi. Setiap orang dapat menciptakan pengetahuan. Menciptakan pengetahuan yang baru seperti ide-ide yang inovatif. Ikujiro Nonaka, seorang ahli manajemen, mengatakan dalam bukunya bahwa “perusahaan yang sukses adalah yang konsisten menciptakan pengetahuan baru, membaginya keseluruh organisasi, dan semua orang tahu akan teknologi baru dan hasilnya”. Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi dalam tesisnya yang berjudul “The Knowledge Creating Company” mengelompokkan proses kreasi dalam organisasi kedalam dua kategori yakni “Tacit” (diam-diam) dan “Explicit” (gamblang). Pernyataan Nonaka adalah esensi dari penciptaan pengetahuan. Kebanyakan organisasi-organisasi membuat kesalahan dengan hanya memfokuskan kepada bagian explicit yang sebenarnya memang cukup baik, tetapi nilai-nya kemungkinan tidaklah lebih tinggi.
Ø  Tacit knowledge
·         Pengetahuan yang berbentuk pengalaman, skill, pemahaman, maupun rules of thumb. Tetapi, tacit knowledge kadang susah diungkapkan atau ditulis.
·          Pengetahuan yang sulit diartikulasikan, dituliskan dalam kata-kata, teks, maupun gambar
·         Berada di dalam benak orang yang mengetahui
·         Pengetahuan yang tertulis, terarsip, tersebar dalam bentuk cetak maupun elektronik dan bisa sebagai bahan pembelajaran (referensi) untuk orang lain.
·         Pengetahuan yang telah ditangkap dan dinyatakan dalam kata-kata, teks, maupun gambar.
·         Telah ada dalam bentuk konkrit/nyata.
Ø  Explicit knowledge
Pengetahuan yang tertulis, terarsip, tersebar (cetak maupun elektronik) dan bisa sebagai bahan pembelajaran (reference) untuk orang lain.
           
Sebagai tujuan dan kemudian bisa mendapat kembali pengetahuan, suatu organisasi pertama kali harus menentukan apa yang penting untuk dipertahankan dan kemudian bagaimana cara yang terbaik untuk mempertahankan itu. Organisasi memberi arti informasi dan data pada cerminan, riset, dan percobaan. Penyimpanan pengetahuan melibatkan teknis (merekam, database, dll) dan proses-proses manusia (konsensus memori individu dan kolektif). Pengetahuan yang disimpan seharusnya:
Ø  Disimpan dan tersusun sehingga sistem dapat temukan dan menyampaikannya dengan cepat dan dengan tepat
Ø  Dibagi menjadi kategori-kategori seperti fakta-fakta, kebijakan-kebijakan, atau memeriksa prosedur di satu learning-needs basis
Ø  Diorganisir sedemikian hingga, sehingga itu dapat dikirimkan dalam suatu cara singkat dan jelas bersih untuk pemakai
Ø  Tepat waktu , akurat, dan tersedia untuk mereka yang memerlukan itu
Pengetahuan yang bersifat tacit inilah yang harus dikembangkan karena menurut Nonaka pengetahuan tacit memiliki nilai yang cenderung lebih tinggi dibandingkan pengetahuan explicit. Selain itu setiap individu dalam organisasi turut berkontribusi dalam penemuan dan kreasi pengetahuan dalam organisasi karena organisasi adalah suatu organisme dinamis yang digerakkan oleh individu-individu yang memiliki kreativitas.
Dari gambar diatas terlihat dengan jelas bagaimana proses kreasi pengetahuan dengan berbagai kompleksitasnya. Pengetahuan harus dapat diaplikasikan secara praktis, bukan hanya didistribusikan secara merata.



DAFTAR PUSTAKA

Kuncoro, Mudrajad. DINAMIKA INFLASI DAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (artikel). Business Review, Juli 2007. KADIN Indonesia
Saldi , Fadli. MACAM-MACAM BIAYA (COST) DAN PENDAPATAN (REVENUE) (artikel). 2010
Frappaolo, Carl. KNOWLEDGE MANAGEMENT. Oxford Univ. Capstone. 2002
KENAIKAN HARGA GULA (artikel). Bank Indonesia. 2009
Setiarso , Bambang. Penerapan Knowledge Management di Organisasi (artikel).  2007
WIliamson, Oliver. THE MECHANISM OF GOVERNANCE. Oxford. Oxford University Press. 1996
Disman. Sejarah Teori-teori Ekonomi.
________, Pareto Optimality. WIkipedia Org. 2010
Shaw, Jane S. TEORI PILIHAN PUBLIK (artikel). 2009
Coase, Ronald. "The Lighthouse in Economics". Journal of Law and Economics. 1974
Hadar, Ivan, H. IPM BARU DAN KITA. Kompas. 2010
Ginting , Rahmanta. Kebijakan Publik Dalam Eksternalitas. 2002.
http://tumoutou.net/702_04212/rahmanta_g.htm, diakses tanggal 7 Desember 2008.
kurmakurma.wordpress.com/ekonomi/barang-publik/, diakses tanggal 7 Desember 2008