Search

Reformasi Pembiayaan Kesehatan Kabupaten/Kota Dalam Sistem Desentralisasi


Pendahuluan
Analisis tentang pembiayaan kesehatan di Indonesia mengungkapkan beberapa masalah, yaitu (1) jumlahnya kecil. (2) kurang biaya untuk program promotif dan preventif, (3) kurang biaya operasional, (4) terlambat realiasi, (5) tidak dikaitkan dengan kinerja, (6) terfragmentasi dan (6) inefisien. Anggaran kesehatan direncanakan secara historikal dan besarnya tergantung pada flafond anggaran yang dari tahun ketahun tidak banyak berubah. Setelah desentralisasi diterapkan pada tahun 1999/2000, masalah tersebut tidak banyak berubah. Bahkan di beberapa daerah jumlahnya bertambah kecil.
Sebelum desentralisasi, 75% anggaran kesehatan daerah berasal dari pusat, yaitu dari APBN, SBBO, OPRS dan PLN/BLN, 5% dari APBD-I (Propinsi) dan sisanya sekitar 20% dari APBD-II. Daerah sangat tergantung pada plafond dari pusat. Prioritas progam dan peruntukkan anggaran juga ditentukan oleh pusat. Perencanaan bersifat top-down, dan penyusunan anggaran bersifat “hystorical budget”.