Search

Louis Athusser


A.   Biografi singkat
Louis Althusser adalah filsuf Perancis yang lahir di Algeria pada tahun 1918 dan meninggal di Paris pada tahun 1990. Studi filsafat diperolehnya di École Normale Supérieure di Paris, dimana ia kemudian menjadi profesor filsafat. Ia juga merupakan intelektual yang bergabung dengan Partai Komunis Perancis. Argumen-argumennya kebanyakan adalah tanggapan terhadap serangan-serangan yang ditujukan pada dasar-dasar ideologi partai itu. Termasuk diantaranya empirisisme yang mempengaruhi tradisi sosiologi dan ekonomi Marxis, serta ancaman dari orientasi humanitik dan sosial demokrat yang dipandangnya sebagai sebuah ancaman yang mulai mereduksi kemurnian orientasi partai-partai komunis Eropa. Jadi, Louis Althusser dalam hal itu dapat dikategorikan sebagai seorang filsuf Marxis yang lebih ortodoks, karena mencoba mempertahankan dasar-dasar pemikiran Marx dan melihatnya sebagai sebuah ilmu pengetahuan tentang masyarakat yang harus mengikuti dasar-dasar ilmiah. Pada tahun 1980 ia membunuh istrinya Helene Rytmann dan mengakibatkan ia dikirim untuk menjalani rehabilitasi mental di pusat rehabilitasi selama 3 tahun.
Semasa hidupnya, ia lebih dikenal sebagai seorang teorisi dan kritikus marxis. Louis Althusser adalah seorang filsuf beraliran Marxis yang paling berpengaruh pada dekade 1960-an dan 1970-an. Karyanya yang berjudul "Untuk Marx" (dalam bahasa Perancis Pour Marx) dan "Membaca Modal" (dalam bahasa Perancis Lire le Capital) membuat Althusser menjadi terkenal di kalangan intelektual Perancis dan menarik perhatian pembaca di luar negeri. Terjemahan dalam bahasa Inggris atas kedua karya tersebut pada tahun 1969 dan 1970, mendorong berkembangnya pemikiran Marxis di tempat-tempat yang memakai bahasa Inggris selama tahun 1970-an.
Althusser berada dalam ruang anti humanis (tepatnya humanis teoritis), karena ia menentang pandangan bahwa individu ada sebelum kondisi-kondisi sosial muncul. Individu adalah bentukan dari desakan-desakan kondisi struktur yang ada. Struktur di sini bukan hanya dalam arti tingkatan atau strukturasi, tetapi menunjuk pada kompleksitas bagunan-bangunan (deferensial maupun strukturasi) segala sesuatu yang berhubungan dengan keberadaan dan keberlangsungan sistem kehidupan. Struktur secara luas menyangkut dunia ide, materi, baik yang tercandra dalam bentuk organisasi atau bahkan pandangan-pandangan hidup, pun ideologi. Individu dengan sendirinya adalah makhluk terberi, bahkan terhadap kesadarannya sendiri merupakan suatu reflektif dari kondidsi objektif struktur yang mengerangkainya.
Althusser menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan mengajar di Perancis. Pandangan Althusser tentang Marxisme amat berbeda dengan penafsiran kaum Hegelian dan kaum humanis atas Marx yang berkembang selama dua dekade pasca-Perang Dunia II. Althusser melihat bahwa ada perbedaan epistemologis di dalam diri Marx ketika ia masih muda dan ketika ia lebih tua. Tulisan-tulisan Marx muda yang bernada humanis dipengaruhi oleh Feuerbach dan, terutama Hegel. Sedangkan tulisan Marx yang belakangan merupakan teori Marx sendiri tentang filsafat sejarah.

B.   Pandangan-pandangan utama
1.    Kritik Hubungan Basis – Superstruktur Marx
Kritiknya yang penting atas Marx adalah menurutnya hubungan antara 'basis' dan 'superstruktur' dalam teori-teori Marx lebih bersifat otonomi relatif. Basis, menurut pandangan Marxisme tradisional adalah struktur ekonomi yang menentukan semua aktifitas superstruktur di atasnya, seperti struktur ideologi, politik, sosial, kebudayaan, dsb. Menurut Althusser, kedudukan antara 'basis' dan 'superstruktur' adalah otonomi relatif: 'basis' atau struktur ekonomi tidak selalu menjadi penentu segala aktivitas 'superstruktur' di atasnya. Bisa saja ada masa ketika 'superstruktur' mengambil alih posisi 'basis' dan menjadi penentu atas semua struktur di luarnya. Hal ini terjadi karena masing-masing tingkatan mempunyai problematikanya sendiri-sendiri. Tingkat ekonomi punya problematika dalam kerangka praksis ekonomi, tingkat politik punya problematika dan kontradiksi-kontradiksi sendiri, begitu juga dengan tingkatan ideologi. Semuanya punya problematika dan kontradiksi sendiri dalam kerangka praksisnya. Selain membantah pandangan marxisme tradisional mengenai hubungan basis dan superstruktur, Althusser juga membantah dan menyatakan marxisme sebagai anti humanisme karena pendekatannya yang menggunakan kekerasan dan sosialis. Ia juga melihat marxisme bukan sebagai suatu filosopi namun merupakan suatu ilmu pengetahuan.
Kritiknya ini dapat dilihat pada masa sekarang dimana kebijakan – kebijakan ekonomi dibuat dengan adanya pengaruh dari kekuatan-kekuatan politik. Kekuatan politik mengendalikan alur pembuatan kebijakan hingga isi dari kebijakan tersebut.

2.    Konsep Aparatus
Althusser juga pernah mengajukan konsep State Apparatus (SA) dan Ideological State Apparatus (ISA). Keduanya merupakan konsep penting yang berguna dalam kajian budaya. State Apparatus (SA) atau Aparatus Negara (AN), bisa terdiri dari polisi, pengadilan, penjara, dsb. Sedangkan Ideological State Apparatus (ISA) atau Aparatus Ideologis Negara (AIN), terdiri dari beberapa institusi yang terspesialisasi seperti: Aparatus Ideologi Negara lewat institusi religius (menunjuk pada sistem masjid atau gereja yang berbeda-beda), Aparatus Ideologis Negara lewat institusi edukatif (menunjuk pada sistem sekolah umum dan swasta yang berbeda- beda), Aparatus Ideologis Negara lewat institusi keluarga, Aparatus Ideologi Negara lewat institusi hukum, Aparatus Ideologis Negara lewat institusi politis (menunjuk pada sistem politik, termasuk partai yang berbeda-beda), Aparatus Ideologi Negara lewat institusi perdagangan, Aparatus Ideologi Negara lewat institusi komunikasi (misalnya pers, radio, TV, dsb), Aparatus Ideologi Negara lewat institusi kebudayaan (misalnya sastra, olahraga, seni, dsb). State Apparatus (SA) atau Aparatus Negara (AN) lebih memusatkan pengaruhnya pada wilayah publik, sementara Ideological State Apparatus atau Aparatus Ideologis Negara (AIN) lebih memusatkan pengaruhnya pada wilayah yang sifatnya privat. Tetapi yang lebih penting lagi sebetulnya bukan pada apakah AN atau AIN itu berfungsi pada wilayah publik atau privat, tapi kepada dengan cara bagaimana institusi-institusi itu berfungsi.
Perbedaan dasar antara AN dan AIN adalah: AN lebih sering berfungsi melalui kekerasan, maka itu Althusser kerap menyebut AN dengan Aparatus Represif Negara atau Represive State Apparatus (RSA). Sementara AIN lebih berfungsi melalui ideologi tertentu. Tetapi sebetulnya tidak ada AN yang berfungsi hanya dengan kekerasan saja, atau AIN yang berfungsi hanya dengan ideologi saja. Keduanya kadang-kadang mencampurkan dua pendekatan itu, represif dan ideologis, dalam menjalankan fungsi-fungsinya.

3.    Tesis Ideologi
Bagi Althusser, kekuatan ideologi lahir dari kesanggupannya untuk melibatkan kelas subordinat dalam praktik, hingga dapat menuntun mereka pada identitas konstruk sosial, ataupun subjektivitas tertentu yang melibatkan diri mereka dengan ideologi tersebut, yang jelas-jelas berlawanan dengan kepentingan sosial politis mereka sendiri (2004 : xi). Lebih lanjut doi mengatakan ideologi lebih merupakan partisipasi segenap kelas sosial, bukan sekadar seperangkat ide yang dipaksakan oleh suatu kelas terhadap kelas sosial lainnya. Fakta bahwa segenap kelas berpartisipasi di dalam praktek tersebut tidak berarti bahwa praktik itu sendiri tidak melayani kepentingan kelas dominan. Yang dimaksud oleh Althusser adalah bahwa ideologi bersifat lebih efektif dibandingkan apa yang diberikan oleh Marx, karena ideologi bekerja dari dalam, bukan dari luar, dan secara mendalam menginskripsikan cara berpikir dan cara hidup tertentu pada segenap kelas.

Dua pendekatan ideologi
Ideologi menurut Althusser telah menjerat dan melingkupi manusia sejak kali pertama manusia dilahirkan. Ideologi menjerat dengan menggunakan pendekatan analisis psikologis gaya Lacan seperti yang dipaparkan oleh Bagus Takwin, ia menjelaskan bahwa semua itu dilakukan dengan menumbuhkan harapan. Seorang calon bayi yang bakal terlahir, sejak dalam kandungan sudah dibebani dengan harapan-harapan ibu bapaknya. Dia sudah dipersiapkan menjadi pelengkap struktur keluarga, berperan sebagai anak yang akan menyandang nama ayahnya, dan dipersiapkan untuk menjalankan tugas-tugas yang dikandung perannya (2004 : xiii – xix). Inilah awal beroperasinya sebuah ideologi dalam kehidupan manusia. Takwin menjelaskan bahwa Althusser menggunakan dua pendekatan untuk menjabarkan bagaimana ideologi memanggil dan menempatkan individu sebagai subjek.

a)    Pertama, pendekatan psikoanalisis Freudian yang ditafsirkan oleh Jacques Lacan yang menunjukkan bahwa individu selalu telah menjadi subjek, bahkan sebelum lahir. Menurut Lacan sebelum kelahirannya, seorang anak selalu telah diangkat di dalam dan oleh konfigurasi ideologi keluarga yang khusus, yang “diharapkan” telah dipahami bersama. Dari sinilah Althusser meminjam paham Freud. Menurut paham psikoanalisis asumsi dasar kehidupan manusia adalah adanya insting hidup yang mendorong individu untuk mempertahankan hidupanya dan menjaga kelangsungan spesiesnya. Insting inilah yang menjadi dasar mengapa orang tua ingin anaknya kelak menjadi sosok yang berguna, berhasil dalam hidup, bahkan melebihi keberhasilan orang tuanya. Muncullah harapan-harapan itu ! Fakta menunjukkan bahwa keunggulan manusia dari makhluk hidup lainnya adalah kualitas psikologisnya yang jauh di atas rata-rata makhluk hidup lain. Kualitas psikologis itu memungkinkan manusia untuk bertahan hidup dan melanggengkan spesiesnya lalu dipolakan dalam kebudayaan dan peradaban, menjelma struktur yang kemudian membentuk individu-individu baru sebagai subjek penerus spesies manusia.
b)    Pendekatan kedua bersandar sepenuhnya pada ide materialisme Marx. Takdir manusia yang tidak bisa hidup sendirian dalam mengarungi kehidupan memunculkan dua pola dasar pilihan perilaku : bermusuhan atau berteman !. Kebutuhan bagi individu untuk berkelompok menimbulkan kebutuhan kelompok untuk memelihara kepentingan setiap anggotanya. Lahirlah upaya setiap individu untuk bersatu dalam kelompok demi menjaga tetap eksisnya usaha pemenuhan kebutuhan. Wujud konkret semua itu adalah produksi. Usaha itu terus dilakukan dan setiap usaha yang dianggap baik bagi produksi dipertahankan, dibakukan, dan diwariskan kepada generasi penerus (direproduksi). Selain reproduksi itu menciptakan sumber daya manusia dalam wujud tenaga kerja yang terampil guna menghasilkan sumberdaya pemenuh kebutuhan, juga ada reproduksi kesiapsediaan dan kepatuhan. Reproduksi inilah yang sejalan dengan ide Antonio Gramsci tentang hegemoni. Althusser mengatakan bahwa segala bentuk institusi semacam sekolah, tentara, bahkan institusi keagamaan berperan melanggengkan kebutuhan reproduksi kepatuhan tersebut. Dalam penjelasan Althusser, semua agen produksi, eksploitasi dan represi, termasuk para ‘profesional dari ideologi’, dengan cara sedemikian rupa harus ikut bergerak seirama dalam ideologi yang mendukung produksi agar dapat menjalankan tugasnya dengan ‘teliti’ dan ‘berguna’ bagi reproduksi produksi. Berbagai pihak dalam masyarakat terlibat dalam proses reproduksi dan produksi dalam relasi produksi yang terus dipertahankan dan dikembangkan (2004 : xxii – xxiv).

Dari dua pendekatan itu sampailah kita pada kesimpulan Althusser tentang ideologi. Menurutnya manusia itu sebenarnya memiliki karakter dasar sebagai manusia ideologi. Dengan tegas Althusser mengatakan “ dalam posisi ini, sama saja bila dikatakan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang berada di luar ideologi (bagi dirinya sendiri), atau pada saat yang sama, tidak ada sesuatu apapun yang tidak berada di luar ideologi (bagi ilmu dan realitas).” Jadi manusia telah dan akan terus terbenam dalam ideologi, sejak sebelum jadi bayi hingga mati.

C.   Kecenderungan berpikir
Sebagai seorang kritikus marxis, Althusser banyak berkutat dengan persoalan ideologi dan kritik-kritik mengenai marxisme. Salah satu kritiknya adalah mengenai hubungan basis dan superstruktur dari Marx yang menyatakan bahwa proses-proses dalam superstruktur ditentukan oleh struktur atau proses yang ada dalam basis. Marxisme tradisional memandang kekuatan ekonomi sebagai basis yang menentukan proses-proses di tingkat superstruktur. Pernyataan ini dibantah oleh Althusser yang menyatakan bahwan kedudukan basis dan superstruktur relatif. Hal ini dikarenakan ada keadaan dimana superstruktur yang menentukan proses-proses yang terjadi dalam basis. Selain itu, Althusser juga mengemukakan pandangan tentang ideologi yang disebutnya sebagai model yang lebih efektif dibandingkan dengan model dokrin dari karl marx. Althusser menyatakan bahwa ideologi sudah mendarah daging dalam kehidupan manusia sejak ia lahir. Berbagai harapan dan cita-cita yang dimilikinya merupakan bentuk dari ideologi. Althusser meminjam teori Freud mengenai psikologi yang menyatakan bahwa sejak lahir, manusia berusaha untuk bertahan untuk hidup. Itu sebabnya ia belajar dan berusaha untuk menjadi lebih baik. Usaha ini digolongkan oleh Althusser sebagai bentuk ideologi yang dimiliki oleh manusia. Selain dari segi psikologi, Althusser juga melihat pendekatan idologi dari sisi sosial manusia. Ia menyadari bahwa manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup sendiri, hal ini mengakibatkan manusia selalu hidup berkelompok. Dengan hidup berkelompok inilah maka ada dasar yang dibuat dalam menjalani kehidupan berkelompok. Dari pemikiran inilah maka ideologi dalam kelompok dapat diterapkan. Sebagai seorang filsuf yang dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh sosialis seperti marx, lenin dan mao zedong maka tidak heran jika tulisan Althusser banyak bersinggungan dengan metode-metode maupun corak-corak pemikiran sosialis. Pandangannya mengenai kekuatan ekonomi dan politik yang saling mempengaruhi dan dapat bertukar tempat baik sebagai basis maupun superstruktur menjadi contoh bahwa pemikiran marx mengenai ekonomi dan politik merupakan dasar berpikir Althusser. Namun Althusser memiliki perbedaan dalam memandang marxisme, ia melihat marxisme sebagai sebuah struktur bukan doktrin, sehingga ia melihat adanya hubungan yang relatif diantara struktur-struktur yang berada dalam pemikiran marx.
Selain itu konsepnya mengenai aparatus menjadi suatu sorotan besar. Althusser membagi konsep aparatus dalam dua kelompok yakni state aparatus dan ideological state aparatus. State aparatus (aparatus negara) berhubungan dengan institusi-intitusi negara seperti penjara, polisi dan pengadilan sedangkan ideological state aparatus (aparatus ideologi negara) berhubungan dengan institusi-intitusi yang menerapkan ideologi-ideologi seperti keluarga, institusi hukum, partai politik dan pers. Jika aparatus negara memusatkan kekuatan dan pengaruhnya pada publik maka berbeda dengan aparatus ideologi negara yang bersifat privat. Aparatus ideologi mempengaruhi wilayah privat seseorang. Namun fokus terpenting bukanlah wilayah pengaruh dari masing-masing aparatus namun bagaimana masing-masing aparatus berfungsi. Althusser menyatakan bahwa, aparatus negara sering berfungsi dengan cara represif atau kekerasan sehingga Althusser sering menyebutnya dengan represif state aparatus (RSA) sedangkan ideological state aparatus lebih berfungsi dengan pendekatan ideologis seseorang. Namun hal ini pun relatif, karena adakalanya masing-masing aparatus dapat menggunakan model pendekatan baik secara represif maupun dengan pendekatan ideologis.
Althusser punya dua tesis tentang ideologi. Tesis pertamanya mengatakan bahwa ideologi itu adalah representasi dari hubungan imajiner antara individu dengan kondisi eksistensi nyatanya. Yang direpresentasikan di situ bukan relasi riil yang memandu eksistensi individual, tapi relasi imajiner antara individu dengan suatu keadaan di mana mereka hidup didalamnya.
Tesis yang kedua mengatakan bahwa representasi gagasan yang membentuk ideologi itu tidak hanya mempunyai eksistensi spiritual, tapi juga eksistensi material. Jadi bisa dikatakan bahwa aparatus ideologis negara adalah realisasi dari ideologi tertentu. Ideologi selalu eksis dalam wujud aparatus.
Eksistensi tersebut bersifat material. Eksistensi material menurut Althusser ini bisa dijelaskan sebagai berikut: kepercayaan seseorang atau ideologi seseorang terhadap hal tertentu akan diturunkan dalam bentuk-bentuk material yang secara natural akan diikuti oleh orang tersebut. Misalnya jika kita percaya kepada Tuhan dan termasuk penganut agama tertentu, maka kita akan pergi ke gereja untuk mengikuti misa, pergi ke masjid untuk sembahyang lima waktu. Atau kalau kita percaya keadilan, maka kita akan tunduk pada aturan hukum, menyatakan protes, atau bahkan ikut ambil bagian dalam demonstrasi, jika ketidakadilan menimpa kita.

D.   Identifikasi masalah-masalah sosial menurut Althusser
Dari pandangan-pandangan dan kritik-kritik Althusser maka dapat diidentifikasi permasalahan-permahasalahan maupun fenomena sosial yang ada. Misalnya pengaruh kekuatan ekonomi dan politik dalam kehidupan bangsa bahkan pengaruhnya secara global yakni mengeasi dan mengendalikan proses-proses yang ada didunia. Dalam pergaulan antar bangsa, kekuatan politik dan ekonomi memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan-keputusan maupun langkah-langkah yang ditempuh dalam urusan-urusan yang melibatkan banyak orang atau berdampak gobal. Selain itu pandangan Althusser mengenai ideologi juga menjadi sebuah pemahaman baru tentang ideologi manusia. Althusser melihat ideologi sebagai suatu bagian kelengkapan anusia yang ada sejak ia dilahirkan sehingga selama manusia hidup, maka ideologi yang dianutnyapun akan hidup.
Contoh paling nyata adalah bagaimana marxisme, komunisme dan atheisme yang masih ada dan terus dibicarakan bahkan dipraktekkan di banyak negara. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun bagi sebagian orang pandangan sosialis merupakan suatu ancaman terhadap kemerdekaan, namun banyak pula yang beranggapan bahwa pandangan sosialis merupakan pandangan yang terbaik dalam membangun suatu negara ataupun komunitas. Pada masa perang dingin, Amerika dan blok barat yang berhaluan kapitalisme liberal mengalahkan uni soviet dan blok timur yang beraliran sosialis. Meskipun uni soviet bubar namun paham sosialis tetap dianut oleh negara-negara pecahan uni soviet tersebut. Meskipun para pemimpin blok timur telah mati, ideologi yang dicetuskan oleh mereka tetap masih dianut oleh para penerus mereka. Hal inilah yang oleh Althusser dikatakan bahwa, ideologi tetap ada selama manusia hidup.
Konsep Althusser mengenai aparatus juga terlihat di masa kini dengan adanya berbagai alat kelengkapan suatu negara yang memiliki aparan penegakan hukum, pengadilan serta pembinaan ideologis seperti gereja, pura, wihara dan lain-lain.  Pandangannya mengenai penggunaan metode represif oleh aparatus negara juga merupakan pandangan yang hingga kini masih dapat dilihat. Seperti upaya pembubaran demonstrasi dengan menggunakan kekuatan bersenjata serta tindakan represif dari aparat dengan membubarkan paksa kerumunan massa serta melakukan penahanan terhadap tokoh-tokoh yan dianggap bertanggungjawab atas terjadinya kerumunan massa tersebut. Konsepnya mengenai tindakan represif ini dapat dijadikan suatu dasar dalam pembuatan kebijakan perlindungan terhadap hak asasi manusia serta aturan yang membatasi tindakan represif yang boleh dilakukan oleh aparatus negara dan aparatus ideologi negara.
Konsep Althusser mengenai ideologi menjadi dasar pembinaan ideologi oleh negara-negara di dunia. Althusser memang merupakan ahli yang banyak berkutat di bidang ekonomi, politik dan ideologis, sehingga tidak heran jika banyak tulisannya yang berhubungan dengan politik, ekonomi dan ideologis serta kritiknya tentang tokoh-tokoh serta teori-teori yang ada dari ketiga perspektif ilmu pengetahuan tersebut. Kritiknya mengenai basis dan superstruktur ditentang keras oleh para penganut marxis tradisional karena mereka menganggap bahwa marxisme merupakan suatu doktrin yang justru akan membawa manusia menuju kebebasan kemanusiaan dalam lingkup dunia sosialis. Mereka menganggap bahwa kapitalisme justru menyebabkan manusia berada dalam keadaan yang terbelenggu sehingga perlu untuk dibebaskan. Konsepnya mengenai ideologi yang diyakininya tak akan mati menjadi dasar pertimbangan untuk melarang disosialisasikannya doktrin-doktrin yang bertentangan dengan dasar negara atau bertentangan dengan hak asasi manusia. Karena setiap manusia berhak untuk menentukan pilihannya sendiri tanpa adanya paksaan dari siapapun juga selama pilihannya tidak menyebabkan kerugian bagi orang lain atau merusak tatanan ideologis yang ada.

E.   Daftar pustaka
-       Microsoft Encarta Premium 2006

F.    Penyusun
Nama                    : Frans Latupeirissa
NIM                       : 10 11 02 0365
Prog. Studi           : Ilmu Administrasi Publik, Pasca Sarjana Undana Kupang
eMail                     : frengky_latupeirissa@yahoo.com